ENIGMA2: DELMAN VS FERRARI, KETIMPANGAN KURIKULUM DAN KOMPETENSI SISWA



Sejak awal mengetikan kalimat perkalimat untuk tulisan pertama, aku terus menyalahkan kurikulum. Faktanya memang aku melatar belakangi cerita ini dari ketidakpuasan atas tuntutan kurikulum yang ibarat momok bagi guru (opini pribadi), terkhusus kasus daerah 3T (Terisolir, Terpencil, Terlalu).

Setiap guru dituntut menuntaskan target kurikulum yang dicanangkan tiap semesternya. Di tempat lain, telah menanti di ujung kurikulum itu sebuah bilah yang siap menikam guru dan anak didik, Itulah UN, USBN atau apalah istilahnya saat ini, bentuk evaluasi yang menurut hematku perlu dievaluasi lagi penerapannya (opini lagi kerreh). Bayangkanlah bahwa pendidikan di sebuah kampung serba 3T (#Terisolir_Tertinggal_Terlalu) harus mengejar target yang sama seperti sekolah di kota yang serba ada dan ada. Ibarat memacu delman dan ferrari di lintasan aspal yang sama.Tragis.

Pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara yang instan. Penguasaan sebuah materi harus dimulai dari tingkat dasar, kemudian bertahap ke tingkat yang lebih kompleks. Bagaimana mungkin seorang anak dapat menguasai materi #persamaan_linear_3_variabel (kelas X SMA) jika belum menguasai dasar #perkalian_dan_pembagian (SD). "Mana ada" kata pak Djuwarno. Sebuah fakta yang mungkin tak hanya terjadi disini.

Seorang guru SMA akan dihadapkan pada dua pilihan sulit, mengajari dasar #perkalian_pembagian terlebih dahulu kepada anak tersebut, atau lansung mengajarkan #persamaan_linear_3_variabel dengan resiko si anak gagal paham. Bagi seorang guru welas asih, maka pembelajaran akan dimulai dengan pembahasan #Perkalian_Pembagian secara perlahan. Tantangan dan resiko tentu pada minimnya alokasi waktu dan kecilnya peluang pencapaian target kurikulum. Dilain pihak, bagi guru yang berjiwa tegas, tentunya akan berambisi mencapai target bagaimanapun caranya. Namun otak siswa bukanlah sebuah hardisk yang bisa diisi ratusan data megabite sekaligus. Pakar teori skemata mengatakan bahwa penyerapan materi sejalan dengan tingkat pengetahuan awal siswa terkait dengan materi tersebut. Jika memaksakan mengajarkan #persamaan_linear.... tersebut, maka hasilnya tidak akan maksimal, bahkan bisa nihil.

Dengan evaluasi akhir yang tentunya harus sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan pemerintah, pada akhirnya gurulah yang akan kembali ujian. Sebuah kelumrahan.

Ini salah siapa.
- Kurikulum yang terlalu berat menuntut?
- Pemerintah yang tidak bijak dan adil dalam pembangunan?
- Dosen dan bangku kuliah yang tidak mengajarkan cara instan menghadapi siswa dengan kasus diatas?
- Siswanya yang lemot?
- Atau aku yang belum kompeten menjalani profesi ini?

Tak mau meyalahkan diri sendiri, "semua itu karena kurikulum dan penentu kebijakan yang terlalu berat menuntut tanpa memperhatikan variable vwxyz" tegas egoisme dalam diri ini.

1 Response to "ENIGMA2: DELMAN VS FERRARI, KETIMPANGAN KURIKULUM DAN KOMPETENSI SISWA"

  1. APA BILAH BERMINAT ANGKA TOGEL JITU DI JAMIN TEMBUS MULIA DARI ANGKA 2D,3D,4D,5D,6D,7D..HBG NO INI 085-256-133-981-MBAH SORE PASTI MEMBANTU

    ReplyDelete