CURHAT SEORANG ELIS: DRAMATISASI ASMARA DI PERANTAUAN

“Mungkin dia sudah merasa lelah”. Dramatisasi asmara peserta SM3T, antara kekasih atau pengabdian

Awalnya semua baik-baik saja penuh canda tawa dalam kehidupan masing-masing. Kemudian keduabelas orang itu dtugaskan ke daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal di kecamatan Long Pahangai, Kab. Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

Berawal dari pembekalan kurang lebih dua minggu di kampus UNM, kami dua belas pengabdi melangkahkan kaki meninggalkan zona nyaman menyeberangi pulau, dan tiba tanggal 07 September 2016 di Kabupaten termuda seKalimantan Timur, Mahakam Ulu, Kampung Long Pahangai.

Satu dua hari kebersamaan kami masih rada canggung, mungkin karena kami berasal dari daerah, agama, serta suku yang berbeda; dan kami baru dipertemukan di tempat ini. Dua minggu berjalan, bersama kami saling mengakrabkan diri satu dengan yang lainnya, seakan kami saudara kandung. Tidak jarang muncul kesalahpahaman antara peserta, namun semua bisa kami selasaikan dengan baik. Itulah arti saudara, seolah pertikaian itu muncul di awal awal sengaja untuk lebih menguatkan persaudaraan kami yang akan hidup seatap selama satu tahun kedepan, saling memaklumi kelemahan ialah kuncinya.

Suka duka, kerja sama, dan keterbukaan antara peserta semakin menguat seiring dengan bertambahnya hitungan bulan. Tiba-tiba kabar duka datang pada minggu ketiga penugasan kami di kampung terpencil itu. Mendengar kabar bahwa salah satu saudari kami ditinggal lelaki yang dulunya menemani berbagi kisah romantisme di seberang pulau (ditinggal pacar coy), apakah ini implikasi kalimat itu, 'Mungkin dia sudah merasa lelah??' Tragis.

Beberapa bulan terakhir ini saya mendengar telah lebih dari setengah saudara saudari peserta SM3T yang ditinggalkan oleh kekasihnya, saya adalah salah satunya. Ditinggal pacar, ttm, calon suami, calon istri, tunangan, dll di seberang pulau sana dengan berbagai alasan, ada yang tak bisa LDRan, ada yang katanya kurang perhatian, ada yang kebelet nikah, ada yang dilamar orang, dan berbagai alasan lainnya. Yang masih bertahan sisa beberapa orang saja, itu pun setiap saat dipenuhi polemik permasalahan yang datang silih berganti setiap waktu.

Terbenak dipikiran kami mungkin ‘dia sudah lelah’ ingin melepaskan diri sebagai orang yang merdeka dari hubungan itu. Namun apa daya yang bisa kami lakukan, hanya bisa mengikhlaskan diri menerima keputusan mereka. Mungkin inilah yang dikatakan pendahulu-pendahulu itu bahwa nasib pengabdi SM3T, kalau tidak ditinggal nikah, pasti ditinggal selingkuh.

Semoga kami berduabelas bersaudara tetap bersabar dan tetap mengutamakan pengabdian ini, jangan sampai ada yang terbawa arus sungai Mahakam kembali ke pulau seberang karena patah hati. Mungkin dia sudah merasa lelah.