Mengabdi di Pedalaman Kalimantan Timur



Mengabdi di Pedalaman Kalimantan Timur
                                          
                        Menjadi seorang Pejuang Pendidikan (Guru) di Tapal Batas adalah sebuah tantangan yang hanya segelintir orang yang ingin mengabdikan dirinya. Salah satu yang sedang mengabdi sekarang saudara Masdi B, guru SM3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal) yang bertugas di Kampung Noha Silat, Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Pemuda asal Sulawesi Selatan ini, kelahiran Enrekang, 15 februari 1993, beliau lulusan Pendidikan Sekolah Dasar (PGSD), Universitas Negeri Makassar. Sebagai Guru SM3T beliau mengajar di SDN 004 Noha Silat. Sekolah ini berada di Kampung Noha Silat, yang hanya berjarak sekitar 70 KM dari Serawak Timur, Malaysia.
Masdi b, di Posko Perbatasan Indonesia-Malaysia



Masdi B, yang merupakan lulusan PGSD Universitas Negeri Makassar ini, bercerita saat dia pertama kali melakukan perjalanan mendebarkan menuju Kampung Noha Silat yang sangat terisolir. Tidak adanyan jalur darat karena medan yang dilalui adalah hutan belantara, struktur tanah yang berbukit-bukit sehingga mengandalkan satu-satuya akses yaitu Jalur sungai dengan status menumpangi perahu ketinting yang kecil dan ini satu-satunya moda transportasi yang bisa ditumpangi dari Kecamatan menuju tempat pengabdian. Perjalanan yang menempuh waktu kurang lebih satu jam dengan melewati arum-arum jeram ganas, yang pernah menelan korban, membuat hatinya berdebar dan terus berdoa untuk bisa selamat. berkat semangat yang membara demi tugas yang mulia yaitu mengedukasi anak-anak yang masih polos di ujung negeri, dia tetap berusaha kuat dengan melawan ketakuatan yang dialaminya. Karena baginya, musuh terbesar dalam hidup adalah melawan diri sendiri dan itu bisa dia taklukan keraguan, ketakutan yang menimpa dirinya sehingga bisa sampai selamat di tempat tujuan. Perjalanan yang melelahkan seakan terbayar dengan melihat keindahan Kampung yang tersembunyi diantara bukit tersebut, dan keramahan masyarakat, sebuah sinyal yang baik untuk pengabdian beliau setahun kedepan.

Sedikit ilustrasi bahwa Perahu Ketinting alias Motor Ces  yang ditumpangi oleh Masdi B, merupakan moda trasnportasi yang menunjang aktivitas-aktivitas masyarakat dalam pemenuhan kebutahan, seperti mengambil sembako di Kecamatan, dipakai pergi berladang, berburu malam hari di pinggir sungai dan masih banyak kegunaan untuk keperluan lain sehingga eksistensi atau keberdaannya  bagi masyarakat suku dayak sangat bernilai Vital. Bisa dibayangkan melewati sungai mahakam yang volume airnya sangat deras dan sudah banyak memakan korban di arum jeram yang ganas, tapi mereka tidak peduli karena mau bagaimana lagi hanya satu pilihan yaitu perahu ketinting untuk menyambung keberlansungan kehidupan sehari-hari.

Sampai di Desa Noha silat, kisah Masdi B, sebagai seorang guru di perbatasan pun dimulai. Menurut cerita pria Manis ini, awalnya dia sempat merasa goncang atau tidak betah, maklum baru pertama kali merantau. Kenyataan yang dialami membuat dia harus segera berbaur dengan masyarakat, untuk menghilangkan perasaan yang tidak menentu, antara gelisah dan tetap tegar untuk melaksanakan tugas mengedukasi anak negeri. gedung sekolah dimana dia bertugas yaitu SDN 004 Noha silat, hampir mirip sekali dengan yang ada di film Laskar Pelangi. Proses belajar mengajar yang dia nilai hanya mengandalkan metode ceramah, membuat siswa tidak memiliki motivasi untuk belajar. Sehingga kenyataan seperti itu membuat dia memutar otak untuk memberikan solusi atau jawaban dari sekian masalah yang ada, baginya harus bisa ambil bagian dalam memotivasi siswa dan memberikan teladan yang baik kepada siswa, walaupun bukan segampang membalikan telapak tangan untuk ikut berpartisipasi, karena dihadapkan dengan kultur sekolah.

Saat hari sudah mulai gelap, saat itu lah kehidupan terasa gelap, karena memang tidak ada listrik di kampung ini. Untuk keperluan guru yang membutuhkan listrik seperti ngeprint, biasanya memakai mesin genset yang tidak selalu ada atau mengandalkan tenaga surya, Tapi juga tidak selalu ada karena wilayah long apari tidak setiap hari cerah. Tantangan yang ada tidak menyurutkan semangat mengabdi untuk masa depan anak-anak yang sangat polos dan membutuhkan sentuhan dari guru yang berjwa kasih sayang dan totalitas dalam mengurusi mereka.

Kehadiran beliau di tempat tugasnya bukan hanya mengajar tapi banyak hal yang dilakukan seperti membina pramuka, mengurusi administrasi yang belum rapi, membagi pengalaman dengan guru-guru di bidang teknologi, mengurusi secara khusus siswa-siswa yang belum bisa menulis, membaca, dan menghitung sebagai langkah kongkrit pemutusan mata rantai buta aksara, dan membangun keakraban dengan masyarakat dengan cara ikut serta dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
“Beliau menuturkan bawa pengalaman yang dia dapat sangat berarga dan tidak bisa dibeli dengan materi, sebuah kesyukuran yang tak terhingga, oleh karena itu ucapan terima kasih untuk program SM3T, menjembatani dalam hidup saya bisa berbagi satu sama lain dengan mereka yang membutuhkan”.

Itulah sepenggal cerita dari salah seorang pejuang pendidikan yang bertugas menjadi guru di perbatasan Indonesia-Malaysia. Ilmu dan teori pendidikan yang sudah dikuasai saat kuliah, belum tentu cocok dengan kondisi di lapangan, apalagi di daerah pedalaman seperti di Kalimantan. Kita hanya bisa melihatnya saat kita betul-betul peduli dan ikhlas untuk langsung terjun ke lapangan. Semoga cerita ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua demi kemajuan pendidikan di Indonesia.


 Kami guru SM3T ditempatkan disini untuk menggapai mereka yang terluar, menjangkau mereka yang terdepan agar mereka tidak lagi tertinggal.” (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia). Suman_Sosiolog































0 Response to "Mengabdi di Pedalaman Kalimantan Timur"

Post a Comment