Catatan Guru Tapal Batas

Program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal)  yang di selenggarakan Kemendikbud telah berhasil memberangkatkan guru-guru muda ke berbagai wilayah di Indonesia sebanyak enam angkatan sejak tahun 2011 hingga tahun 2017.

Sekilas kisah dari kami, Guru SM-3T angkatan VI asal LPTK universitas Negeri Makassar (UNM) penempatan Kec. Long Apari Kab. Mahakam Ulu tahun 2016. Lima bulan lebih telah berlalu, masa pengabdian itu masih saja menjiwai, sepertinya tak mau lekan dari waktu. Olehnya itu,  ada baiknya jika sy niatkan berbagi cerita dan pengalaman. Bukan bermaksud akan sanjungan atau pujian, sekiranya menjadi motivasi bagi sarjana-sarjana pendidikan muda untuk turut andil dalam mencerdaskan bangsa ini, khususnya di daerah-daerah yang sangat membutuhkan sentuhan pendidikan.

Perkenalkan kami,  Baktiar (Pangkep), Muh. Suman (Manggarai Barat), Irwan S (Enrekang), Masdi (Enrekang), Alexander (Pare-Pare), Nur Rhamadhani Yasir (Palopo), Nur Laelah (Jeneponto), Herfina (Pangkep), Ida Royani (Pangkep), dan Hardiyanti Mahyuddin (Pinrang). Kami penempatan mengajar di Kec. Long Apari Kab. Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. 

Senin, 5 September 2016, sebanyak 55  orang guru SM-3T angkatan VI diberangkatkan dan ditempatkan di lima wilayah kecamatan yang ada di Kab. Mahakam Ulu, salah satunya ialah Kec. Long Apari.

Long Apari berada paling ujung bagian utara Kab. Mahakam Ulu, berbatasan langsung dengan negeri Jiran, Malaysia. Kecamatan yang di diami kurang lebih 2000 jiiwa penduduk dari sepuluh perkampungan. Sementara bangunan sekolah terdiri dari lima sekolah SD, satu SMP, dan satu SMA. Di lingkar Long Apari inilah saya akan lintaskan cerita berupa kisah dari sang guru-guru hebat ini. 

Pertama dan utama untuk menjadi guru SM-3T, dan guru-guru program mengajar lainnys adalah bekal. Bagi saya niat, kesiapan, mental, untuk melawan tantangan selama di rantau adalah bekalnya menurut saya. disamping ilmu pengetahuan yang di miliki. Bekal itu telah kami peroleh selama kegiatan Prakondisi dan Bela Negara yang telah dilalui sebelum diberangkatkan ke penempatan masing-masing. Tantangan yang dimaksud ini benar terasa saat guru-guru pelosok ini berada di penempatan.

Saudara Alex, penempatan mengajar SDN 005 Long Apari. Sekolah terujung  di Kec. Long Apari, berjarak paling jauh dari pusat kota Kabupaten, berbatasan langsung antara Kampung Long Apari dengan Serawak, Malaysia. Untuk kesana, jika bertolak dari Ujo Bilang, Ibu Kota Kab. Mahakam Ulu, menumpangi Kapal Speedboat dengan intensitas waktu hingga 8 jam, terlebih beresiko sebab harus melalui riam-riam yang menghadang dalam perjalanan. Selanjutnya kembali menumpangi perahu ketinting alias Cess (perahu kayu menggunakan mesin) dengan tempuan dua hingga tiga jam perjalanan dari dari Kampung Tiong Ohang,  Ibu Kota Kecamatan Long Apari.

Saudara Masdi, penempatan mengajar SDN 004 Noha Silat di Long Apari. Kampung Noha Silat adalah kampung utara kedua terujung di Mahakam Ulu, Kampung yang berdiami sendiri. Terpisah jauh dari Kampung-kampung lainnya, mengharuskannya penuh keikhlasan, sebab belum terakses telekomunikasi seluler, terlebih jika ingin ber-dumay (internet). Begitupun sumber penerangan listrik yang belum memadai dan akses jalur darat yang sudah sekian lama belum di jamah. Jika ingin berkomunikasi dengan keluarganya, mesti bertolak ke kecamatan dengan menumpangi Cess (perahu kayu menggunakan mesin mini). Demikian harus bersabar jika keadaan jaringan telekomunikasi sedang gangguan dan terbatas. 

Beda tempat beda cerita, lain halnya dengan saudari Fitri Ramadhani Syamsu dan Wajha Syururah, penempatan kampung Long Pakaq Kec. Long Pahangai sebelah, harus menaklukkan bukit tinggi demi segerpah sinyal untuk bercengkrama dengan keluarga dikala sedang rindu. Begitupun dengan saudari Reski Vanya Febiola Simatupang, penempatan Kampung Lirun Ubing,  Long Pahangai. Gadis kota, jelita, si gemulai dengan manjanya, di sanding miripkan dengan panggilan Raisha oleh teman-teman, harus menerima bahwa dunianya berbalik dari cerita hari-harinya di kota. Jika biasanya menghabiskan waktu di Mall dan ber-Cafe, dirinya harus membiasakan bercengkrama dengan lingkar alam sekitar, berimba bertepikan sungai Mahakam diantara sekelompok deretan rumah warga, suku Dayak Kayan. Keadaan ini sempat membuatnya tertangis selama dua bulan di awal penempatan, hingga  harus terbiasa bersinggasana di tempatnya. 

Lima bulan lebih telah berlalu, suasana pengabdian itu masih saja terasa, sepertinya tak mau lekan dari waktu. Masa setahun di pelosok negeri mengisahkan cerita, pengalaman bertabur suka maupun duka, banyak mengajarkan arti kehidupan selama berada di daerah berbudaya ini.

Acungan tangan kalian keatas itu bukan untuk menyerah, pasrah, atau sekedar melambai. Namun menggambarkan semangat dalam genggaman yang telah kalian lukiskan di setiap ruang-ruang kelas ajarmu. Pada Kalian mereka manaruh harap dari ribuan pertanyaan yang masih mengbumkan di benaknya.

Meski setahunmu telah berlalu, suara-suaramu tak bersorak lagi, bahkan kakimu telah menjarak jauh,  semangat itu terus mengalir dalam dirinya, si anak-anak tapal batas.

0 Response to " "

Post a Comment